KAMI
DAN KALIAN
Kalian tinggal dalam rumah kebodohan, karena
Dalam rumah ini
Tiada cermin kaca buat memandang jiwa.
Kami menghelas nafas panjang, dan
Dari keluhan ini
Terbitlah bisikan bunga-bunga dan gemerisik
Daunan Dan bisikan anak sungai..
Kami hiba akan kekerdilan setera kebencian
Kalian
Akan kejayaan kami; antara rasa hiba kami dan
Kebencian kalian, sang waktu berhenti tertahan.
Kami menghadapimu sebagai teman, tapi kalian
Menyerang kami sebagai musuh; antara
Ersahabatan
Kam dan permusuhan kalian, terbentang jurang
Dalam
Yang dialiri darah dan airmata
Analisis puisi ( KAMI DAN KALIAN)
Dilihat
dari semantika, Puisi ini menggambarkan antara dua sosok yang berbeda, sosok
tersebut diujudkan dalam kata kami, sedangkan sosok lain kalian, ada
pertentangan yang ingin disampaikan oleh aku lirik, tentang hal-hal yang begitu
rumit. Kerumitan itu tergambar dalam kebencian yang beitu mendalam.
Pada bait pertama puisi ini lebih
menekankan kepada ketidak pahaman akan
konsep diri sendiri akan kebodohan. Pada bait kedua sangat kental terasa nuansa
perbedaan yang disisipi kebencian yang terus ada. Sedangkan bait ketiga sosok
kami lebih diambarkan sebagai kelompok
yang bijaksana dalam merangkul lawannya untuk menyatu ide-ide dan konsep
pemahaman. Dalam realitanya puisi ini ingin menyindir kelompok-kelompok yang bertikai
untuk sesuatu yang belum tentu benar, banyak kita ketahui di masyarakat
namyak tersulut emosinya untuk hal-hal
yang sepertinya tidak penting mungkin
pada masa ini banyak terjadi konflik-konflik pemahaman antar satu
kelompok dengan kelompok yang lainnya. Kebanyakan dari konflik tersebut diawali oleh adanya
prapoganda dan tidak ada acuan khususdalam menilai suatu kebenaran. Hal ini sama dengan kutipan bait pertama “
tiada cermin kaca buat memandang jiwa”
berselisih paham tanpa tahu apa yang mereka selisihkan, hingga akhirnya
muncullah duka dan keruian di kedua belah pihak, seperti kutipan terakhir “
kami dari permusuhan kalian”.
Kemudian
kita lihat dari tiporafi Dalam puisi “ Kami dan Kalian” karangan Khalil Gibran
ini menggunakan tipografi puisi dalam bentuk umum dengan menggunakan system
kalimat umum dengan menggunakan system kalimat dalam bentuk lirik dan bait, ada
juga dipadukan dengan tipografi dalam bait simantik, tipografi ini bersifat
umum, karena tidak begitu banyak kerumitan dalam penulisan puisi ini. Sehingga
membuat para pembaca mudah untuk memahami makna yang hendak disampaikan penyair
dalam puisi itu.
Puisi karya
Khalil Gibran juga terdapat semeotika ini banyak terdapat
pencitraan-pencitraan dan gaya bahasa, hal ini sesuai dengan kepribadian
pengarang “ Khalil Gibran” itu sendiri
yang bersifat sangat puitis, kepuitisan
itu terlihat pada beberapa frase dalam beberapa bait. Pencitraan yang
digunakan pengarang disini terdiri dari, pencitraan pendengaran yang
digabungkan dengan pencitraan
penglihatan yakni “ bisikan bunga-bunga” dan “ yang dialiri darah dan airmata”. Dalam gaya
bahasa puisi ini memiliki majas
personofikasi yaitu “ bisikan bunga”
pengarang juga menggunakan majas hiperbola pada lirik “rumah kebodohan”
, kemudian pengarang juga menggunakan majas metafora “ kekerdilanmu setara
kebencian”.
KERENDAHAN
HATI
Kalau engkau tak mampu menjadi beringin
Yang tegak dipuncak bukit
Jadilah belukar, tetapi belukar yang baik,
Yang tumbuh di tepi danau
Kalau kamu tak sanggup menjadi belikar,
Jadilah saja rumput, tetapi rumput yang
Memperkuat tanggul pinggiran jalan
Kalau engkau tak mampu menjadi jalan raya
Jadilah saja jalan kecil,
Tetapi jalan setapak yang
Membawa orang ke mata air
Tidaklah semua menjadi kapten
Tentulah harus ada awak kapalnya…
Bukan besar kecilnya tugas yang menjadikan tinggi
Rendahnya nilai dirimu
Jadilah saja dirimu…
Sebaik-baiknya dari dirimu sendiri
Analisis puisi (Kerendahan Hati)
Puisi
ini memberikan pesan pada pembaca untuk menjadi seseorang yang bisa bermanfaat
untuk orang sekitarnya, meski tidak dalam cakupan yang terlalu besar, selalu
ada kesempatan bagi seseorang untuk memanfaatkan potensi dirinya bai orang
lain. Misalnya jika kita tidak bisa menjadi seseorang yang berguna dalam suatu
bidang, kita masih bisa memanfaatkan bidang lain yang mungkin kita bisa untuk
melakukannuya. Misal menurt aku lirik kita tidak harus menjadi pohon yang besar
untuk membantu orang lain, kita masih bisa menjadi akar untuk memperkokoh pohon
tersebut, kalaupun tidak bisa menjadi akar tersebut, kita masih bisa menjadi
rumput yang memperkuat tanggul jalan.
Karena kita bisa untuk menjadi lebih baik dengan kemampuan kita sendiri.
Dalam
puisi karya Taufik Ismail yang berjudul kerendahan
hati ini menggunakan tipografi puisi yang berbentuk umum dengan menggunakan
system kalimat dan bait dalam puisinya, tiporafinya bersifat umum karena
pengarang tidak terlalu banyak menggunakan kata-kata yang sulit untuk dibaca
oleh setiap pembaca puisi tersebut. Dpat dilihat pada bait kedua “ kalau kamu
tidak sanggup menjadi belukar, jadilah saja rumput, tetapi rumput yang
memperkuat tangul pinggiran jalan”, dari bait kedua ini tampak bahwa pengarang
menggunakn system kalimat dalam lirik umum, apa yang ingin disampaikan
pengarang disini dapat dengan mudah para pembaca memahaminya.
Pada
puisi karya Taufik Ismail yang berjudul
kerendahan hati ini banyak
mengunakan pencitraan-pencitraan dan gaya bahasa yang menarik dan dalam
penerimaan makna dari puisi tersebut sangatlah mudah. Sesuai dengan kepribadian
pengarangnya Taufik Ismail yang begitu
sangat puitis, kepuitisan dari pengarangnya ini terlihat dari pencitraan
penglihatan yang terdapat dalam puisi ini “ yang tegak dipuncak bukit” dan dari
segi gaya bahasa yang diunakan pengarang dalam pembuatan puisi ini terdapat
beberapa buah majas, seperti majas personofikasi “ jalan setapak yang membawa
orang ke mataair” disini penarang membuat suatu benda yang tidak hidup
seolah-olah hidip, kemudian majas metafora “ menjadi jalan raya” dan majas
hiperbola “ tidak semua menjadi kapten”.
DIPONEGORO
Di mas pembangunan ini
Tuan hidup kembali
Dan bara kaum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar.
Lawan banyaknya seratus kali
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselubung semangat yang tak bisa mati
Maju
Ini barisan tak bergendrang-berpadu
Kepercayaan tanda menyerbu
Sekali beranti
Sudah itu mati
Maju
Baimu negeri
Menyediakan api
Pernah di atas
menghamba
Binasa di atas ditinda
Sungguhpun dalam ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai
Maju
Serbu
Serang
Terjang
Analisis puisi (Diponeoro)
Pada puisi Chairil nwar yang
berjudul Diponegoro ini menggambarkan
masalah kemanusiaan yang bersifat universal, dan memperlihatkan perjuangan para
pejuang nasional pada zaman 1945, disini pengarang menceritakan perjuangan yang
dilakukan oleh para pejuang melawan para penjajah yang hendak menguasai negerinya,
pada bait pertama puisi ini lebih menekankan kepada sikap percaya diri dari
para pejuang, yang selalu entar dalam keadaan apapun, mereka yakin bisa untuk
mengalahkan lawan. Pada bait kedua terlihat sangat kentalnya semangat para
pejuang , sedankan pada bait ketiga pengarang lebih menggambarkan sebagai kelompok yang bijaksana dalam
merangkul lawannya untuk mencapai suatu kemerdekaan. Dalam realitanya puisi
inimenggambarkan beitu besarnya perjuangan para pejuang untuk meraih
kemerdekaan, apapun akan mereka lakukan demi neerinya hal ini sama dengan
kutipan puisi di atas “ tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali, pedang di
kana, keris di kiri.
Pada
puisi ini lebih bercorak lebih bebas, tidak terikat pada pembagian bait, baris,
tema, sehingga banyak terdapat kerumitan dalam puisi ini. Dalam pengekspresikan
sebuah bunyi yang menentang kepada pembaca, dan bunyi pada puisi Chairil Anwar
ini beitu lugar dan menarik, puisi yang
dapat menimbulkan jiwa semangat di dalam puisi ini seprti lirik “ maju, serbu,
serang, terjang”.
Dalam
puisi ini terdapat pencitraannya adalah
pencitraan penglihatan dan majas-majas. Dalam puisi ini sepertinya pengarang
lebih mementingkan isi dari pada bentuknya, dalam penggunaan kata-kata pun
pengarang lebih bersifat agak keras.
Citraan penglhatan yang digunakan pengarang terlihat pada lirik “ di depan
sekali tuan menanti”. Majas-majas yang digunakan pengarang seperti majas personofikasi “
bagimu neger, menyediakan api”. Penggunaan kata-kat yang keras oleh pengarang
seperti “ maju, serbu, serang, terjang”.
KU
INGAT PADAMU
Ku ingat padamu bila fajar
Merahkan langit di sebelah timur
Ku ingin kepadamu bila senja
Mencium bunga yang kan tidur
Ku ingat padamu bila malam
Sepi berbunga
bintan bercahaya
Kuingat kepadamu bila bulan
Telah berderes pernama raya
Kuingat padamu aku seblu
Sampaikan aku turutkau bak
Barisan badan pangkuan buar
Tempat segala menjadi lupa
Analisis puisi (Ku Ingat Padamu)
Puisi
ini menggambarkan suatu perasaan seseorang sosok tersebut diujutkan dalam kata
ku, sedangkan sosok lain mu, ada sebuah
perasaan kerinduan pada sosok ku terhadap sosok mu dalam puisi ini. Kerinduan
itu terambar dalam kesungguhan yang
beitu mendalam pada diriku.
Terlihat dari ketiga puisi itu
menggambarkan kebijaksanaan dan kesungguhan
dalam merangkul keininannya untuk dapat mengungkapkan segala yang
diinginkan. Realitanya puisi ini ingin
menyampaikan perasaan pengarang terhadap seseorang yang dikenalnya dengan baik,
tetapi semua itu hanya dapat menjadi sebuah harapan yang takkan mungkin gapai.
Dalam
puisi ini pengarang menggunakan tipografi puisi dalam bentuk umum dengan
menggunakan tipografi puisi dalam bentuk umum dengan menggunakan sisitem
kalimat dalam lirik dan bait. Karena
dalam puisi ini tidak terlalu banyak kata-kata yang sulit untuk dipahami oleh
pembaca, sehingga pembaca dapat memahami maksud dan tujuan dari puisi itu
dengan baik.
Penggunaan
gaya bahasa dalam puisi ini tidak lagi mengunakan perumpamaan klise,petatah,
peribahasa, pada puisi ini bahasa yang diunakan agak bersifat mengiba-iba. Pada uisi ini juga
terdapat beberapa majas seperti majas personifikasi “ mencium bunga yang kan
tidur” dan majas metafora “ sepi berbunga bintang bercahaya”. Dalam puisi ini jua tampak kepuitisan dari
pengarangnya.
KATA
SELEMBAR KERTAS SEPUTIH
SALJU
Kata selembar kertas seputih salju, “Aku tercipta
secara murni,
Karena itu aku akan tetap merniselamanya.
Lebih baik aku dibakar dan kembali menjadi abu putih
daripada
Menderita karena tersentuh keelapan atau
Didekati oleh sesuatu yang kotor.”
Tinta botol mendengar kata kertas itu. Ia tertawa
dalam hatinya
Yang hitam, tapi tak berani mendekatinya.
Pensil-pensil beraneka warnapun mendengarnya , dan
Merekapun tak perna mendekatinya. Dan selembar
Kertas yang seputih salju itu tetap suci dan murni
Selama-lamanya suci dan murni dan kosong.
Analisis puisi (Kata Selembar Kertas Seputih Salju)
Dalam
puisi karya Kahlil Gibran yang berjudul “KATA
SELEMBAR KERTAS SEPUTUH SALJU” ini beliau mengambarkan sosok seorang
manusia yang baru diciptakan, yang belum tenoda oleh apapun, yang masih bersih
belum berlimangan dosa, dan dalam puisi ini dia berharao pada akhir ayatnya
nanti, dia kebali dengan keadaan bersih. Dalam realitanya puisi ini ingin
menyindir para individu-individu yang
berada di muka bumi ini yang banyak bergelimangan dosa dalam kehidupan
sehari-harinya, bagi mereka yang tidak bisa mengendalikan diri mereka sendiri
akan merasakan hal tersebut. Terlihat dalam lirik puisi di atas “ lebih baik
aku dibakar dan kembali menjadi abu putih dari pada menderita karena tersentuh
kegelapan atau didekati oleh sesuatu yan kotor.”
Dalam
puisi “ Kata Selembar Kertas Seputih
Salju” karangan Khalil Gibran ini menggunakan tipografi puisi dalam bentuk
umum dengan menggunakan system kalimat umum dengan menggunakan system kalimat
dalam bentuk lirik dan bait, ada juga dipadukan dengan tipografi dalam bait
simantik, tipografi ini bersifat umum, karena tidak begitu banyak kerumitan
dalam penulisan puisi ini. Sehingga membuat para pembaca mudah untuk memahami
makna yang hendak disampaikan penyair dalam puisi itu.
Puisi karya
Khalil Gibran ini banyak terdapat pencitraan-pencitraan dan gaya bahasa,
hal ini sesuai dengan kepribadian pengarang “ Khalil Gibran” itu sendiri yang bersifat sangat puitis, kepuitisan itu terlihat pada beberapa frase dalam beberapa bait. Pencitraan yang
digunakan pengarang disini terdiri dari, pencitraan pendengaran yang
digabungkan dengan pencitraan
penglihatan yakni “ tinta botol mendengar kata kertas itu” dan “ selama-lamanya suci dan murni dan kosong”.
Dalam gaya bahasa puisi ini memiliki majas
personofikasi yaitu “ kata selembar kertas seputih salju” kemudian pengarang juga menggunakan majas
metafora “ menderita karena tersentuh
kegelapan”.
0 Responses to "Analisis puisi"
Posting Komentar